Minggu, 20 September 2015

Sejak Belia jadi dewasa


 Sejak Belia jadi dewasa
Ia berkembang, jadi wangi
Siang,malam jadi sama
Pandangannya, jadi materi

Namanya Belia sahabatku ia pergi dari rumahnya 2tahun yang lalu, meniggalkan abah Heru dan ibu Yani dan Diko adiknya. Sejak ia membawa ragsel hitam dipunggungnya lalu membanting pintu rumahnya dengan keras, aku tidak pernah melihat wajah teman dekatku lagi. entah di bawanya kemana kaki yang lincah itu pergi.

Sudah ratusan senja melewati desa; juga sang purnama yang beberapa kali memamerkan semua cahayanya, tapi wajah yang lugu dengan mata hitam pekat dan ujung rambut yang harus 1cm atau 2cm diatas pundak yang lurus itu masih takterlihat, dimana kau sembunyikannya. desa kita yang jauh dari perkotaan bangunan-bagunan tinggi, jauh dari pabrik-pabrik, jauh dari suara mesin yang berjalan, merindukan tawamu untuk pecahkan heningnya, Desa kita murung, Abah dan Ibumu binggung, sedang Diko adikmu masih saja tertawa tak mengerti apa-apa.

Aku cukup umur untuk mendengar pertengkaran, seharusnya kau bercerita membagi duka denganku seperti halnya kita bagi gembira setengah untukku setengah lagi untukmu, aku tak sangka kukira sebentar ternyata lama hilangnya. Seharusnya pula jawabanmu tak seperti itu.
"Kau mau pergi kemana?"
Kau jawab "Tidak tau" lalu langkahmu semakin cepat hingga aku berlari untuk menyusulmu,
"Apa yang terjadi?"
Kau bilang "aku ingin mandiri, aku ingin seperti gadis anak desa sebelah yang pulang dari rantaunya membawa uang banyak dan dalam gengamannya selalu ada hedpone keluaran baru"
"Apa itu harus?" mugkin pertanyaanku itu sulit untuk di jawab olehmu hingga kau acuhkan saja dan pergi, aku lihat punggungmu untuk yang terakhir kali setelah itu kabut menelannya. Semuanya tak seperti biasanya kau bangun sangat pagi, kau menangis, ada tekat yang bulat dihitam mata itu.

"Dimana Belia? Jika kau melihatnya suruh ia pulang, meskipun hanya sebentar atau hanya mencicipi makanan kesukaannya" sudah belasan kali ibu yani berpesan kepadaku. Sudah aku "iya"kan pula pesannya bermaksud untuk megusir kesedihan diraut wajah yang tua, rumahmu yang tak jauh dari rumahku yang membuat ibumu mondar-mandir untuk bertanya. Kemarin aku lihat beberapa uban di rambutnya.
Bukankah seharusnya aku yang bertanya "dimana Belia?". Kataku dalam hati

****

Aku sudah terbisa tanpa belia seperti abah Heru "mugkin" tapi ibunnya!! Diko pun semakin mengerti terkadang dia bertanya "kapan kakak pulang?"

Satu bulan yang lalu aku memutuskan untuk ikut Imran teman SMAku yang berjualan buah milik kakaknya diJakarta Utara, Celincing. Soal bayaran takperduli aku hanya ingin melihat gedung-gedung tinggi, tapi aku salah tak ada bangunan yang aku maksud disana, setidaknya aku sekarang tidak didesa dimana setelah hewan ternak masuk kandang. rumah-rumah harus terkunci rapat dan tidak lama kemudian lelah para petani menjadi dengkuran saling sahut menyahu, sepi memang ahli untuk memperjelas suara, apalagi rumah para penduduk yang berdempetan membuat jarak ikut ambil bagian didalamnya.

Seminggu biasa-saja, dua minggu bosan seakan melilit melihat pemandangan yang sama, melihat para pelanggan yang membeli buah yang sama, melihat orang mencicipi mangis atau atau anggur (kurang suka) lalu pergi, harus ramah dengan pembeli itu muda bagiku,tapi jika harus selalu terlihat baik-baik saja aku harus memaksa.

Entah Imran tau dari sudut mana jika aku sedang bosan sedang ingin sesuat yang beda, mugkin pengalamannya yang memberi tau, atau wajah lemasku yang memberi isyarat, bisa juga dia sendiri merasa bosan dengan semua ini. Menurutku.
"Entar malam keluar" kata Imran yang sedang memilihkan apel untu pembeli.

"Kemana?"

"Tu..... Kesana" sambil nunjuk ke arah jembatan

"Ngapain disana??"

"Bukan di jembatannya... Tapi di bawahnya.."

"Hahaha ngaco. Main sampah!!"

"Entar juga tau" lanjut imran.

Kata-kata Imran sedikit aneh, ditambah bapak yang membeli 2 kilo apel itu sedikit meledekku "mas bener- bener tidak tau." katanya, sambil pergi tanpa perdulikan jawabanku yang sedikit telat. sepirti ada sesuatu yang istimewa di bawah jembatan yang terlihat biasa-biasa saja itu.

Jam tepat 20:00 Imran megajakku untuk cepat-cepat menutup tokoh, yang sebetulnya waktu istirahat masih beberapa jam lagi. "Tenang saja aku sudah bicara sama kakak'" sedikit lega dengan penjelasan imran dan gerakku semakin cepat mengikutinya.
Penasaranku semakin bertambah ketika Imran menyemprotkan parfum ketubuhnya, setelah cukup puas berganti dia menyemprotkan parfum itu kejaketku "biar sedikit percaya diri" katanya.

Meskipun ada motor yang tidak terpakai milik kakaknya kita memilih untuk jalan kaki, jarak kejembatan benar-benar tidak jauh dari kos kami,
Tak henti-hentinya kita tertawa di perjalanan, jalan yang masih dipenuhi aktifitas, sekilas memandang toko yang baru saja kita tutup,Ya... Kita melewatinya lagi. Lalu melanjutkan cerita tentang kekonyolan yang kita buat dulu.

"Ternyata dari sini suara musik yang keras itu" gumamku dalam hati. Imran yang lebih dulu melihat kebawah jembatan karna dia sedikit berlari seolah taksabar, "surga brow!!" triak imran.
Aku seolah tertarik dan cepat menyusulnya "aduh...!! Apa ini"

Pandangan yang tak perna kulihat sebelumnya puluhan caffe berjejer dipingir-pingir kali dengan nama yang aneh terlihat jelas dari sini, kerlipan lampu disko sampai ke tepian-tepian jembatan di tambah suara musik takjelas, yang membuat lupa ini malam hari, ratusan wanita disana memakai baju yang ketat rambut mereka yang lurus di biarkannya terurai, takjarang juga ku lihat dari bibirnya mengepulkan asap, memamerkan tato dipunggung dengan lirikan pandangan mengoda seolah mengajak masuk kecaffee seolah ada gembira di dalamnya.

Imran mengajakku turun sedang aku mengaruk kepalaku sedikit senyum yang di tarik paksa. Imran tau jika gayaku seperti itu pasti uang permasalahannya
"tenang saya bawa banyak uang. Tapi soal tips wanitanya kamu bayar sendiri, itu si jika mereka mau nemenin kamu" ledeknya.
"Biasanya berapa" gayaku masih sama.
"Ya..  50rb bisa" sahut imran yang sudah melai tak sabar.

Kita melewati 1 caffee 2 caffe hingga hitunggan belasan, aku mengikuti lagkah Imran memasuki caffee yang 19mungkin. Wanita-wanita disana tak sedikitpun canggun mengandeng tanggan kita merengek ingin di jadikan teman malam ini
"Gak aku ingin sendiri" kataku kepada gadis sebelahku
Tiba-tiba mimik wajahnya berubah lalu menggerutu "dasar kere!!" katanya. "Bener" sahutku sedikit pelan.

Aku dan Imran memilih tempat paling ujung meskipun banyak tempat kosong yang belum terisi manusia sepertku, yang ingin sedikit hiburan karna lilitan bosan semakin kencang. Aku sadar ini tidak keren, tapi benar tempat ini sangat menghipnotis hinga botol yang ketiga habis aku masih duduk sendiri mengeleng-gelengkan kepala mengikuti irama musik yang kecang seakan-akan dihentak dari dalam, tidak seperti Imran yang didepanku sibuk tertawa dengan wanitanya.

"Apa aku boleh duduk disini"
Suara itu dekat sekali dengan punggugku, sangat dekat sekali dengan telingaku
"Maaf. Aku ingin menikmati sakit kepala ini sendiri tak mau diganggu"

"Namaku Belia nama kakak siapa?".



28 komentar:

  1. Tunggu sebentar.. Waaah jangan-jangan Belia sama seperti gadis ya bilang. "Dasar kere!" ya ?? (saya kok rada merinding ya pas endingnya) cerpennya menarik mas, tutur bahasanya juga menarik ya.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak si mas.... Yang bilang "dasar kere!" itu Juminten. Hehehe
      Horor ya.... Makasih mas diar :)

      Hapus
    2. Iya maksudnya Belia sama kayak Juminten, bukan yang bilang dasar kere, hehehehehehehe, wanita yang tak sungkan ingin dijadikan teman malam,,, hehehehehehehehehehe :)

      Hapus
    3. Tapi tempat itu emang ada loh...... Hehe mungkin aku lagi mabok saat itu.

      Hapus
    4. wow mantabs ya mas mabok wkwkwkwkwkwkwkwkw :)

      Hapus
  2. Bener kata komen mas yg di atas, bahasanya menarik...kosa kata yg dipilih antara puitis campur realis..eh belia ini wanita warung remang remang ya

    Oya saran buat mu, spasi antar katanya kdg rengket ((apa si bahasa indonesanya) ya pokoknya deket2 gitu jarsknya...klo bisa dikasii beberapa jarak gitu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayak nya aku lagi mabok.... :(

      Kemepeten ta? :) Makasih sarannya, sangat membantu.. :)

      Hapus
  3. luar biasa deh tulisanya, pemilihan katanya, dan ceritanya keren, bikin kumcer sastra aja bro

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih brow...

      Itu di luar kemampuan gue brow....

      Hapus
  4. Cerita yang sangat menarik.. Banyak perempuan yang lancang dan merendahkan diri hanya untuk uang.. pilihan hidup ckckk
    Belia, kayak nama temenku..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanya fiksi mbak arum....
      Salam ya buwat temen mbak, hehe

      Hapus
    2. Iya, :-)

      Oke ntar kalo ketemu dan gak lupa ya.. hehehe

      Hapus
  5. anjrit keren... gw pikir tokoh belia bakal ilang gitu aja, eh malah nongol di ending.
    nice ending bro...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oky makasih udah baca meskipun banyak kata yang salah ketik.... Hahaha

      Hapus
  6. baca komen diatas, kok horor katanya
    gak jadi baca kak, takut wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kepututusan yang bijak adek-adek...... Hehehehehe
      #fotonyaberempat.

      Hapus
  7. Belia cantik gak mas?hehe cerpenya bagus lanjutkan tulisanya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Imut..... Hehe.
      Maunya gtu, tapi sang ide kabur-kabur melulu.

      Hapus
  8. kata-katanya keren ini..
    aku ini temennya apa si diko yang udah lumayan gede nur ?
    walaupun gue masih bingung tapi asli ini keren :"D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemana aja ni ard.....
      Ah masak si......... He :)

      Hapus
  9. Salah satu karakter penulis yg cerdas itu yg berhasil menggantungkan pembacanya terhadap suatu cerita....

    Kereeeen....
    Aku baca ini jd ingat si lelaki penggengam hujan...

    Ditunggu cerita selanjutnyaa ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lelaki penggengam hujan... Kayaknya aku harus baca itu.

      Oke.... Makasih udah buwat pala ku berat.... Hehehe.

      Hapus
  10. buset ngiri sama tulisan gw, tulisan lo lebih bagus...
    endinga ngeri...

    BalasHapus

Semogaku

Sepertinya mendung dan hujan bersekongkol lagi, untuk menghajarkita. merasakuat beraktitas diluar rumah semoga kita tak kendur semoga an...